TIGA TAHUN KATASAPA, GAIRAH BARU PURBALINGGA
Oleh : Agustav Triono
Dunia seni di Purbalingga, khususnya teater dan
sastra saat ini sedang bergairah kembali. Kegairahan tersebut tak lepas dari
terbentuknya sebuah komunitas yang mewadahinya. Komunitas ini adalah Komunitas Teater dan Sastra Perwira
(KATASAPA) Purbalingga. Kegelisahan adalah awal dari alasan terbentuknya
komunitas ini. Mungkin selama ini di tlatah Banyumas Raya hanya
Purwokerto(Banyumas) dan Cilacap saja yang komunitas teater dan sastranya yang
bergairah dan aktif. Karena disana ada kampus (?) Lalu bagaimana di
Purbalingga? Kalau bicara teater mungkin ada, tapi
kebanyakan hanya bergerak di lingkup sempit sajasemisal teater pelajar di sekolah. Ada juga yang berkesenian secara sendiri. Ada
juga yang lebih banyak ikut meramaikan di Banyumas. Kenapa tidakbersama menggali potensi wong Purbalingga sendiri?
kenapa tidak berkesenian ( teater dan sastra) di Purbalingga saja? Kenapa tidak
membuat event seni di Purbalingga saja?Bolehlah berkesenian
sampai luar kota tapi ironis bila kota sendiri malah sepi. Kegelisahan-kegelisahan itulah yang muncul dari
Ryan Rachman, Trisnanto Budidoyo, dan saya yang kemudian mengajak teman-teman
lain (Lupus, Guyub, Rone, Gaman, dan Vandi) yang semasa kuliah aktif di teater
kampus Purwokerto dan juga beberapa pegiat seni Purbalingga untuk melebur dalam
KATASAPA.
Bertemunya saya dan Ryan Rachman yangsemasa
kuliah aktif berkecimpung di kesenian Banyumas dan sekarang tinggal di
Purbalingga seperti tumbu ketemu tutup,
jadi klop. Ajakan Ryan yang kemudian menggandeng Trisnanto Budidoyo, seniman
asli Purbalingga semakin meneguhkan komunitas ini. Ada banyak pegiat seni
Purbalingga yang juga ikut bergabung seperti Windu Setyaningsih (penyair),
Teguh Purwanto (pegiat seni dan sosial), Mey Nurlela dan Arto Wibowo (pegiat
sastra), Ridho (aktor teater), Asha Sucita (mahasiswi sastra), Sudalmi (guru seni budaya), Banar Sejati
(guru bahasa Indonesia) dan beberapa nama lain.
Melalui beberapa pertemuan di awal bulan Februari
2016, kami berembug untuk pentas
teater di Purbalingga. Latihan pun berjalan beberapa kali, namun dikarenakan
kesibukan masing-masing anggota dengan aktivitasnya masing-masing pentas
tersebut tertunda. Perlu diketahui latar belakang anggota KATASAPA
bermacam-macam dari guru, wartawan, swasta, wiraswasta, mahasiswa, hingga
anggota KPU dan Bawaslu. Mungkin alasan klise karena sibuknya pekerjaan, tapi
dari beberapa anggota sadar bahwa berkesenian adalah sambendisela-sela pekerjaan dan keluarga. Berkesenian adalah
hiburan untuk sekadar melepas lelah dan penat. Tapi berkesenian adalah juga
sebisa mungkin memberikan sesuatu, menyampaikan nilai positif, menyampaikan hal-hal kebaikan
kepada orang lain. Dengan alasan itulah kami pun mencoba untuk berikhtiar dan konsisten untuk menggebrak seni sastra
dan teater di Purbalingga.
Hingga akhirnya pada tanggal 28 April 2016 kami menggelar event
sastra yang pertama “Purbalingga Membaca Chairil Anwar” di GOR Mahesa Jenar,
Purbalingga. Panggung terbuka yang berada di kawasan kuliner Jalan Mayong,
malam itu penuh dengan peminat sastra dan seni pada umumnya. Tidak hanya
pembacaan puisi saja, Ryan Rachman selaku Ketua KATASAPA juga mengajak anak
asuhnya dari desa Bumisari, kecamatan Bojongsari, Purbalingga untuk membuka acara tersebut dengan
pementasan Tari tradisional. Beberapa penonton bahkan berasal dari kabupaten
Banyumas dan Banjarnegara, mereka ingin menyaksikan gumregahnya kembali kesenian Purbalingga sekaligus bersilaturahmi.
Sebab menurut beberapa penikmat seni, acara-acara semacam itu hanya ramai pada
tahun 1990an.
Gelaran KATASAPA yang pertama tersebut melecut
teman-teman untuk terus berkesenian. Menyusul kemudian pergelaran-pergelaran
seni lainnya yaitu Ngaji
Budaya (2016), Road Show Puisi Memo Anti Terorisme (2017), Lomba Baca Puisi dan
Parade Baca Puisi (2017), Penerbitan dan launching Antologi Cerkak “Pedhut neng Gunung Slamet” (2017), Pentas Teater
"Gendera Neng Ngarep Umah " karya Agustav Triono (2018). Pentas
Teater Dua Generasi bersama Teater Brankas (2018), Musikalisasi Puisi Kopi
(2018),Diskusi Cerpen Bersama sastrawan Yanusa Nugroho (2018), Pentas Teater “Pilihan” karya Agustav Triono
(2019), dan Dramatisasi Puisi “Sajak Sebatang Lisong” karya WS.Rendra (2019) .
Pergelaran dan event seni tersebut ada yang diselenggarakan KATASAPA sendiri
dan ada juga yang bekerja sama dengan pihak lain (Karang Taruna, MGMP Bahasa
Jawa, KPU, Bawaslu, Polres dll).
Kami sadar dengan keterbatasan
kami sebab sebagai komunitas yang baru perlu membuka diri seluasnya. Juga niat
awal kami untuk bersama-samadengan komunitas lain membangun iklim berkesenian
di Purbalingga.
Efek
dari tiga tahun konsistensi KATASAPA bergiat di wilayah seni sastra dan teater
membuat kami cukup dikenal, hingga tawaran untuk mengisi acara juga
berdatangan. Beberapa pentas musikalisasi, dramatisasi dan pembacaan puisi dari
KATASAPA pun sering mengisi acara dari komunitas lain seperti CLC Purbalingga,
Komunitas Kopi Purbalingga, Komunitas musik serta
Komunitas lain. Selain itu beberapa dari anggota juga sering diminta untuk
menjadi juri maupun jadi pembicara di event sastra dan teater.Karya puisi dan
cerpen anggota KATASAPA juga sering menghiasi media massa dan juga terlibat
dalam buku antologi bersama sastrawan lain. Hal tersebut tidak membuat kami menjadi jumawa.
Kami bahkan menyadari bahwa kami belumlah apa-apa, sebab masih banyak hal yang
harus dilakukan, masih banyak sisi potensi yang belum digali, dan masih banyak
rencana-rencana kedepan yang belum teralisasi. Komunitas yang sering berkumpul
di GOR Mahesa Jenar ini, di tahun 2019 berusia tiga tahun. Tiga tahun belumlah
apa-apasebab masih mencari bentuk-bentuk penjelajahan dalam berkesenian.
KATASAPA hanyalah rintisan agar teman-teman pegiat lain bersama meramaikan
kembali jagad perteateran dan persastraan di Purbalingga. Harapannya adalah
sastra dan teater di bumi Perwira, Purbalingga ini kian berkembang dan setara
dengan kota-kota lain yang lebih dulu dikenal maju seni sastra dan teaternya.
Semoga.
pernah tersiar di Radar Banyumas